Terlepas dari Kutuk Perspektif Jauh

Diterjemahkan Yori Papilaya dari http://mythcreants.com/blog/breaking-the-curse-of-distant-perspective/


Catatan Yori:  Artikel ini membahas lebih jauh mengenai sudut pandang (point of view – POV) orang ketiga. Pengklasifikasiannya agak berbeda dengan artikel sebelumnya mengenai POV tapi masih beririsan. Sepertinya ini cukup membantu buat yang masih menulis dengan berpindah-pindah POV, atau POV yang ‘menjauh’ dan ‘mendekat’ tanpa sengaja.

Banyak karya-karya literatur terjangkit dengan sebuah perspektif menulis yang tumpul dan terbatas. Perspektif ini disebut Perspektif Jauh, dan ini menjadi masalah karena banyak penulis tidak menyadari ketika menggunakannya. Ketika anda mengenali gejalanya, anda bisa memilih gaya menulis yang cocok untuk karya anda.

Apakah ‘Perspektif Jauh Terbatas’ Itu?
Ini adalah kutipan dari buku Wizard’s First Rule oleh Terry Goodkind. Di adegan ini, seorang karakter bernama Richard bergulat dengan sebuah ranting pohon:

Salah satu dari bonggolan ranting lepas dan menghantam punggung  tangan kirinya, membuat dia melompat mundur karena sakit dan terkejut. Ketika dia memeriksa luka kecilnya, dia menemukan sesuatu serupa duri di bagian di mana dia terluka. Benar kalau begitu. Ranting ini petaka. Dia merogoh tasnya untuk mengambil pisau untuk mencongkel duri itu, tapi ternyata pisaunya tidak ada. Setelah terkejut, dia sadar dan lalu menegur dirinya kenapa dia membiarkan kesedihannya mengambil alih pikirannya dan membuat dirinya melupakan sesuatu yang dasar seperti membawa pisaunya bersamanya ke dalam hutan.

Anda bisa melihat bahwa tulisan ini ditulis dalam Perspektif Jauh Terbatas, karena karakteristik berikut:

  • Tulisan ini ditulis dalam POV orang ketiga. Ini tidak berarti bahwa POV orang ketiga adalah sama dengan Perspektif Jauh Terbatas, tapi Perspektif ini lebih jarang ditemui dalam POV orang pertama.
  • Narasinya menceritakan bahwa Richard ‘menemukan’ duri, bukannya dengan menyatakan langsung bahwa durinya tertanam di lukanya. Narasi Jauh Terbatas akan sering membuat karakter sudut pandang “melihat X” atau “mendengar Y” dan bukan menarasikan si objek pandangan atau suaranya langsung. Ini menunjukkan bahwa perspektifnya jauh.
  • Kita diberi tahu bahwa Richard menyadari sesuatu  lalu menegur dirinya sendiri. Kita tidak masuk dalam kepalanya untuk mengalami sendiri pemikiran-pemikiran ini. Sama seperti ketika Richard “menemukan” durinya, ini menciptakan jarak antara pembaca dan Richard.
  • Narasinya hanya mengejewantahkan apa yang Richard tahu dan rasakan, bukan hal-hal yang dia tidak tahu atau tidak rasakan saat ini. Ini berarti sudut pandangnya terbatas

Jika anda merasa cara menulis seperti ini adalah yang paling cocok untuk karya anda, anda terbebas dari kutuk. Tapi kebanyakan orang tidak menulis seperti ini secara sengaja; biasanya ini cara menulis yang instinctive. Alami.
Mengapa Perspektif Jauh Terbatas itu kurang baik? Sebenarnya baik-baik saja, tapi ada alternatif lain yang lebih baik. Mari lihat alternatif-alternatif itu.


Perspektif Mahatahu
Berikut adalah bagian cerita yang sama, tapi saya tulis ulang dalamPerspektif Mahatahu.

Salah satu bonggolan ranting lepas dan menghantam punggung tangan kiri Richard, membuatnya melompat ke belakang karena kesakitan dan terkejut. Dia memeriksa lukanya yang yang kecil dan melihat sesuatu yang dia pikir seperti duri. Sayangnya, itu bukanlah duri; tapi benih kegelapan. Benih itu mencari inang baru untuk bertumbuh dan menganggap darah Richard menggiurkan. Tapi Richard tidak pernah tahu benih pemakan daging itu, jadi dia hanya semata-mata menganggap ranting ini hanya mencari masalah. Dia merogoh tasnya mencari pisau untuk mencungkil duri itu, tapi ternyata tasnya kosong. Memorinya ternyata sudah diganggu oleh depresi, membuatnya melupakan hal sederhana seperti membawa pisaunya. Sementara dia memikirkan ini, benih tersebut terus menerobos masuk dalam-dalam ke dagingnya sehingga sulit diraih.

Anda bisa melihat bahwa ini ditulis dalam Perspektif Mahatahu karena bagian “benih kegelapan” adalah bukan informasi yang Richard tahu. Narasinya tidak menempel pada pikiran Richard lagi. Saat dia sedang memikirkan pisaunya, kita tahu benih tersebut makin merangsek masuk ke tubuhnya.

Perspektif Mahatahu tidak mengenal batasan. Narasinya tidak tergantung pada sang protagonis. Sayangnya, ini berarti pembaca tidak bisa tahu mengenal karakter dengan lebih intim. Sang narator bisa menggambarkan seluruh karakter dan memberitahu pembaca apa yang mereka pikirkan, tapi lebih seperti memakai palu di banding memakai pahat. Pembaca tidak akan mendengar suara karakter di sepanjang cerita, dan kesempatan untuk menggambarkan karakter secara subtil akan hilang. Karena pembaca merasa berjarak dengan karakternya, ceritanya akan terasa kurang intens, dan mereka tidak akan terlalu terpaut dengan hero ceritanya.

Di sisi baiknya, penulis Perspektif Mahatahu bebas menggunakan personalitas naratif apapun yang mereka inginkan, hanya saja bukan personalitas dari karakter sudut pandang. Mereka juga bebas mendiskusikan apapun yang mereka inginkan, tanpa memikirkan kapan atau dimana atau siapa. Sang penulis tidak perlu menunggu sampai satu karakter melihat sesuatu untuk memberitahu pembaca mengenai sesuatu itu. Ini sangat berguna saat pembaca perlu memahami dunia yang kompleks yang diciptakan si penulis. Jika sebuah bagian dari dunianya bersinggungan dan menarik, narator mahatahu akan dengan mudah menuliskannya. Tentu saja, kekuatan besar datang dengan tanggung jawab yang besar. Penulis yang menggunakan Perspektif Mahatahu mesti mengatur prioritas informasinya dengan baik, jika tidak mereka akan beresiko membebani cerita mereka dengan terlalu banyak penjelasan.

Perspektif Dekat
Kita kembali dengan contoh di atas, tapi sekarang dalam Perspektif Dekat Terbatas.

Salah satu bonggolan ranting terlepas dan menghantam punggung tangan kirinya, membuatnya melompat ke belakang karena kaget. Luka barunya kecil tapi menyakitkan; sebuah duri tertanam dalam daging tempat dia terpukul. Apapun ranting ini, dia membawa petaka. Sebaiknya dia mencongkel durinya. Dia merogoh mencari pisaunya, tapi tidak ada. Kemana hilangnya? Dia mendesah; pisaunya masih di rumah. Dia membiarkan depresi mengambil alih, dan sekarang dia melupakan sesuatu yang dasar seperti pisaunya.

Sekarang kita melihat ceritanya melalui kepala Richard. Narasi dan pemikiran Richard tidak terpisah, memberi kita pengalaman yang lebih dekat dengan karakter. Kita bukan menyaksikan Richard menemukan duri; kita menemukannya bersama-sama dengan dia. Kita tidak diberi tahu bahwa Richard menyadari ketiadaan pisaunya dan menghakimi dirinya sendiri, kita melihatnya langsung dari narasinya.

Jika dilakukan dengan baik, Narasi Dekat Terbatas adalah suara karakter sudut pandang. Tidak ada pemisah antara pemikiran karakter (yang bisa jadi bias) dan narasinya. Ini memberi pengalaman yang intim dan membantu pembaca menjadi melekat pada protagonis. Mereka akan selalu memahami motivasi heronya, membuat mereka bisa dengan mudah bersimpati dan menyukai karakternya. Dengan memakai perspektif hero, penulis bisa mengkomunikasikan perasaan karakternya dengan subtil dalam narasi.

Tapi, mereka tidak akan pernah bisa meninggalkan perspektif karakternya jika mereka tidak berpindah ke karakter sudut pandang lain. Jika sebuah wabah mematikan sudah menjangkiti korban pertama tapi tidak ada satupun karakter yang mengetahuinya, penulis tidak bisa memberitahu pembaca mengenai itu. Menjelaskan dunianya akan rumit, dan menjabarkan ciri fisik karakter sudut pandangnya akan lebih rumit lagi. Jika dilakukan dengan kurang terampil, dialog dan pemikiran karakter akan terasa tidak alami karena penulis bersikukuh memberitahu sesuatu pada pembaca, padahal karakternya tidak punya alasan untuk berbicara atau memikirkan hal tersebut.

(Catatan Yori: Contoh amatir pemaksaan penjelasan ini adalah membuat sang karakter sudut pandang memandangi dirinya depan cermin, lalu menarasikan ciri-cirinya sendiri. Ini tidak alami. Sepertinya orang betulan tidak akan pernah dengan sengaja berdiri di depan cermin dan berpikir, “rambutnya sudah putih, janggutnya juga. Tubuh Yori kurus dan punggungku turun, apakah dia kurang makan? Yori berharap kemejanya bisa menolong penampilannya jika dia menggulung lengannya, tapi kulit hitamnya malah jadi kusam ketika bersanding dengan warna biru pastel kemejanya.”) 

Kenapa Perspektif Jauh Terbatas adalah Yang Paling Buruk di antara Semuanya?

Perspektif Jauh Terbatas melekat pada perspektif karakter utama, tapi masih berjarak. Dia tidak memberi kedekatan intim pada karakter seperti dalam Perspektif Dekat Terbatas atau fleksibilitas kuat dari Perspektif Mahatahu. Dengan kata lain, perspektif ini hanya punya kelemahan -kelemahan Mahatahu dan Dekat, tapi tidak punya kekuatannya.

Narasi Jauh Terbatas terasa netral dan hambar. Prosanya akan tumpul. Walau, kelemahan ini akan bervariasi dan tergantung pada kemampuan si penulis. Perspektif Dekat atau Mahatahu tidak secara ajaib memberi rasa pada prosa—sang penulis harus tetap berusaha keras. Tapi setidaknya kedua perspektif ini mendorong tampilnya personalitas di dalam narasi. Perspektif Dekat membuat penulis ada di dalam kepala karakternya; Mahatahu membuat penulis menjadi bebas. Walau tidak mustahil memberi rasa pada Perspektif Jauh, tapi  dia tidak terlalu mendukung.

Perspektif Jauh mungkin punya sedikit fleksibilitas lebih daripada Perspektif Dekat, penulis yang terampil bisa menggunakannya dengan baik dalam saat-saat yang tepat. Tapi dalam banyak kasus, fleksibilitas ini membuat penulis jadi ceroboh mempergunakan sudut pandangnya. Penulis yang menggunakan Perspektif Jauh beresiko melompat-lompat dari sudut pandang karakter satu ke karakter lainnya tanpa peringatan, memupuk eksposisi di tempat-tempat yang bukan seharusnya, lalu lebih jauh berubah jadi Mahatahu saat Terbatas mulai tidak nyaman digunakan. Penulis yang menggunakan Perspektif Dekat Terbatas tidak akan ceroboh seperti ini karena mereka tahu mereka tidak akan lolos dari kritik.

Penulis yang lebih terampil lagi bisa menggunakan Perspektif Jauh untuk melakukan transisi antar perspektif. Dia bisa digunakan menjadi jembatan antara Dekat dan Mahatahu, atau melembutkan perubahan sudut pandang antar karakter tanpa menginterupsi adegan (Catatan Yori: Gw belum pernah lihat contoh ini dilakukan. Sepertinya menarik. Penulis artikel ini juga ga ngasih contoh ceritanya. Game of Thrones yang pakai Perspektif Dekat Terbataspun tidak pernah melakukan ini. Saat dia harus pindah sudut pandang, dia langsung mulai bab baru, bukan transisi dalam adegan. Jadi sepertinya ini harus skill banget). Dalam kasus-kasus ini, Jauh Terbatas harus digunakan hanya dalam beberapa paragraf. Sayangnya yang sering terjadi adalah, perspektif ini tidak digunakan untuk transisi, mengakibatkan seluruh buku seakan ditulis dalam perspektif limbo.

Merubah Kebiasaan

Jika anda menulis dalam Jauh Terbatas secara alami, seperti banyak penulis, sekarang saatnya mencoba perspektif baru ketika bekerja. Berlatihlah berpikir dalam mindset perspektif baru dan berhati-hatilah pada pertanda-pertanda Jauh Terbatas.

Jika anda ingin menulis dalam Dekat Terbatas, masuklah dalam pikiran karakternya. Gambarkan dunia seperti mereka memandangnya, seberapapun biasnya. Seluruh narasi haruslah merupakan pemikiran dan pengalaman karakternya; kalau anda merasa perlu memberi label pada pemikiran mereka atau menulisnya dalam huruf miring/italics, mungkin anda sebenarnya menulis dalam Jauh Terbatas. Perhatikan kata-kata kerja indera seperti “melihat”, “mendengar”, atau “menghirup” dan kata-kata kerja perasa atau pemikiran seperti “bertanya-tanya”, “menyadari”, atau “memutuskan”  Ini ciri Jauh Terbatas.

Jika anda ingin menulis dalam Mahatahu, bayangkan diri anda sedang mengelilingi api unggun bersama dengan pembaca anda. Mereka suka cerita ini, dan mereka pasti akan bertanya tentang tempat dan karakter sembari anda bercerita. Anda akan berhenti sebentar untuk menjelaskan, tapi karena anda adalah storyteller terhebat di seluruh negeri, anda tidak akan menginterupsi adegan intens atau memberi mereka detil-detil membosankan. Jika anda merasa karakter anda harus berpikir mengenai sesuatu sebelum anda menjelaskannya, anda mungkin tergelincir ke dalam Perspektif Terbatas. Bebaskan diri anda. Ingat, teman-teman anda di sekeliling api unggun bisa mengeluarkan hp mereka kapan saja. Anda harus terus menghibur!

Setelah anda menguasai perspektif dalam narasi anda, anda bisa melakukan banyak hal dengannya. Menarasikan deskripsi dunia yang menarik lalu diikuti dengan perasaan karakter yang intim? Bisa. Berpindah-pindah kepala dalam satu adegan? Itu mungkin dilakukan! Mengamati secara objektif seorang karakter atau ikut masuk dalam kegilaan mereka? Kenapa tidak keduanya? Tapi pertama-tama, kendalikan prosa anda. Pahami perspektif yang anda tulis dan alasannya. Setelah anda menaklukkan teknik-teknik ini, anda bisa bereksperimen atau bahkan memainkan trik.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar